Program_pepfar_hiv_aids_masih_bernafas_ditengah_pembekuan_dana_as

01 Feb 2025 - roim

Program PEPFAR: HIV/AIDS – Bantuan Kemanusiaan yang Masih “Bernafas” di Tengah Pembekuan Dana AS

Di tengah kebijakan pembekuan bantuan luar negeri AS oleh pemerintahan Trump, muncul kabar baik sekaligus pertanyaan besar tentang nasib program-program kesehatan global, terutama yang berkaitan dengan HIV/AIDS. Setelah hari-hari penuh ketidakpastian, akhirnya ada jawaban yang jelas: beberapa program PEPFAR (Program Presiden untuk Penanggulangan HIV/AIDS) telah diberikan izin terbatas untuk melanjutkan operasional pentingnya.

Dalam surat yang dikirimkan kepada lembaga pelaksana dan koordinator negara PEPFAR, Jeff Graham, pejabat senior di Departemen Luar Negeri AS, menjelaskan bahwa program ini boleh melanjutkan layanan pengobatan HIV yang mendesak dan penyelamatan nyawa. Ini mencakup:

Selain itu, biaya administratif yang wajar untuk lembaga pelaksana dan mitra juga mendapat izin, asalkan benar-benar diperlukan untuk menjalankan program ini.

Meskipun ada beberapa program yang boleh berjalan, tidak semua aspek PEPFAR mendapat izin. Kegiatan seperti perencanaan keluarga, program gender, atau kesetaraan dan inklusi tidak termasuk dalam pembebasan ini. Jadi, lembaga pelaksana harus tetap menangguhkan kegiatan-kegiatan tersebut sampai ada keputusan lebih lanjut.

Program PEPFAR adalah salah satu program kesehatan global terbesar di dunia, dengan anggaran tahunan sekitar 4,8 miliar dolar AS. Saat ini, PEPFAR mendukung sekitar 20 juta orang yang mengonsumsi obat antiretroviral (ARV) setiap hari. Jika program ini terganggu, konsekuensinya bisa fatal. Gangguan dalam pasokan obat-obatan, misalnya, bisa menyebabkan wabah penyakit kembali dalam waktu singkat.

Meskipun ada pembebasan ini, masih banyak pertanyaan tentang bagaimana program ini akan berjalan di masa depan. Misalnya, bagaimana dengan program-program lain yang tidak termasuk dalam pembebasan? Bagaimana nasib pekerja kesehatan yang mengandalkan dana ini untuk memberikan layanan dasar?

Selain itu, ada kekhawatiran tentang dampak jangka panjang dari keputusan ini terhadap infrastruktur kesehatan global. Menurut Jen Kates, Wakil Presiden Senior di KFF, menghidupkan dan mematikan program kesehatan bisa menyebabkan kekacauan yang berdampak pada nyawa orang-orang.

Saat ini, otorisasi tahunan PEPFAR akan habis pada Maret, dan program ini harus menunggu keputusan pemerintah AS tentang apakah akan dilanjutkan, dimodifikasi, atau bahkan dihentikan sepenuhnya. Sementara itu, laporan bahwa dana PEPFAR digunakan untuk membayar gaji perawat yang memberikan aborsi di Mozambik—yang melanggar hukum AS—menambah kekhawatiran tentang masa depan program ini.

Selain HIV/AIDS, ada penyakit mematikan lain seperti malaria dan tuberkulosis yang juga membutuhkan perhatian serius. Sayangnya, sampai sekarang, belum ada kabar tentang apakah program-program tersebut juga akan mendapat pembebasan serupa.

Pembebasan ini adalah angin segar bagi jutaan orang yang bergantung pada program PEPFAR, terutama di negara-negara dengan akses terbatas ke layanan kesehatan. Namun, ini juga menunjukkan betapa rapuhnya sistem kesehatan global saat ini. Kita berharap, ke depannya, program-program kemanusiaan seperti ini bisa terhindar dari goncangan politik yang terus-menerus dan fokus pada tujuan utamanya: menyelamatkan nyawa dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.